Senin, 16 Februari 2015

Desau Rindu

Posted by Anonim at 2/16/2015 08:23:00 PM
Bahasa ini akan tersampaikan padamu dengan cara apa pun. Lewat angin, tetes gerimis, atau awan kelabu.
Aku hanya bisa menatapmu dari kejahuan. Dengan segala rasa rindu yang sudah tak terbendung. Tak tahu, berapa banyak partikel kerinduan yang kini mengisi relung hatiku. Aku hanyalah seorang tak berdaya saat ini. Bait-bait puisiku sudah tak dapat lagi aku kirimkan untukmu.
Aku hanya bisa mengandalkan desau angin untuk membisikkan kata rindu yang tak tersampaikan. Mengandalkan tetesan gerimis untuk menujukkan bahwa rasa rinduku masih sebanyak tetesan gerimis. Tapi, aku ragu semuanya akan tersampaikan. Kata-kata dalam bait puisi sudah menjadi makanan sehari-hariku. Tapi, tak satu pun yang tersampaikan. Tangisan hanyalah tangisan. Pernahkah Bahasa perasaanku ini kamu rasakan lagi. Masihkah membaca puisi-puisi dariku. Atau mungkin sudah ada seseorang yang datang membawa puisi yang lebih baik dari yang aku rangkai. seorang baru. Tak pernah terbayangkan olehku, kamu sudah mempunyai pujangga baru dan mengusir aku seorang tak berdaya. Tapi aku memang seorang tak berdaya.
Aku masih menatap fotomu. Menelusuri lengkung wajahmu. Otakku memutar rol film tentang kita kembali. Saat wajah itu hanya milikku. Saat aku masih bisa menyentuhmu, saat aku masih bisa menatap matamu dengan segala rasa cinta yang tak terjamah. Tapi itu dulu. Kini aku hanya bisa menatap jauh dirimu. Membayangkan kembali pertemuan yang hamper tiap hari dengan sembunyi-sembunyi itu. Aku rindu mendengar desauan kata rindu dari bibirmu. Tapi, sekarang aku sendiri disini. Masih menatapmu. Mati diantara bait puisi yang tak pernah berhenti kutulis untukmu. Mencoba bertahan diantara bayang wajahmu yang tergambar apik di langit tak bertepi. Bertahan untuk tidak mati membayangkan kau. Bertahan diantara kerinduanku padamu.
Aku masih menatap fotomu disini. Menikmati semuanya. Angin yang bertiup pagi ini kembali menawarkan jasanya. Untuk membisikkan kata rindu yang sudah berulang kali mereka sampaikan kepadamu. Dan, mungkin tidak pernah sekali pun kau menyadarinya. Tapi, aku tetap mengangguk saat mereka menawarkannya. Angin itu berhembus pelan, membawa partikel kerinduan yang tak terhitung dan tak terlihat.
Sejenak aku tersadar.
Angin-angin itu tertawa senang.
Mereka berhasil membuatku terjebak. Tapi yang aku tahu, mereka tak perah berhasil.
Karena aku tersadar.
Aku masih membawa kerinduan itu.
Sendirian. Hanya sendiri.

0 comments:

Posting Komentar


Diberdayakan oleh Blogger.

Asmaul Husna


Social Icons

Featured Posts

 

Senyum Sukacita Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review